RBN || Selandia Baru
Sebuah rancangan undang-undang untuk membatasi penggunaan media sosial bagi anak-anak di bawah usia 16 tahun akan diperkenalkan di parlemen Selandia Baru, kata sejumlah pejabat pada Kamis (23/10), hal ini membangun momentum bagi upaya parlemen untuk mencegah kaum muda menjadi korban kekerasan daring.
Undang-undang yang diusulkan mengharuskan platform media sosial untuk melakukan proses verifikasi usia, seperti undang-undang larangan media sosial bagi remaja yang telah disahkan di Australia pada tahun 2024.
RUU yang diajukan anggota parlemen Partai Nasional yang berkuasa, Catherine Wedd, pada bulan Mei untuk membatasi anak-anak menggunakan media sosial dipilih pada hari Kamis untuk diperkenalkan di parlemen.
RUU tersebut telah menerima dukungan dari anggota Partai Nasional tetapi mitra koalisinya belum mengonfirmasi apakah mereka akan mendukung RUU tersebut.
RUU dapat diajukan oleh anggota DPR mana pun yang bukan anggota kabinet dan dipilih setelah undian seremonial.
Hingga saat ini, belum diketahui dengan jelas kapan rancangan undang-undang tersebut akan diajukan ke parlemen.
Sebuah komite parlemen Selandia Baru telah mengkaji dampak buruk media sosial terhadap kaum muda dan peran yang seharusnya dimainkan oleh pemerintah, pelaku bisnis, dan masyarakat dalam mengatasi dampak buruk tersebut. Laporan tersebut dijadwalkan akan diserahkan pada awal 2026, menurut pernyataan komite pekan lalu.
Perdana Menteri Christopher Luxon telah menyuarakan keprihatinannya mengenai bahaya kesehatan mental akibat penggunaan media sosial berlebihan di kalangan remaja, termasuk misinformasi, perundungan, dan penggambaran citra tubuh yang merugikan.
Organisasi kebebasan sipil PILLAR mengatakan RUU tersebut tidak akan melindungi anak-anak daring, dan sebaliknya akan menciptakan risiko privasi yang serius dan membatasi kebebasan daring bagi warga Selandia Baru.
“Menyelaraskan diri dengan upaya internasional mungkin terdengar bertanggung jawab, tetapi itu adalah pembuatan kebijakan yang malas,” kata Direktur Eksekutif PILLAR, Nathan Seiuli, dalam sebuah pernyataan.
Sumber: Reuters
 
									










